BAB II
PEMBAHASAN
A. PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING
1. Pengertian
Istilah ‘profesi” memang selalu menyangkut pkerjaan, tetapi tidak semua
pekerjaan dapat disebut profesi. Untuk mecegah kesimpang-siuran tentang arti
profesi dan hal-hal yang bersangkut paut dengan itu, berikut ini dikemukakan
beberapa istilah dan ciri-ciri profesi.
“Profesi” adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari
para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi, tidak bisa dilakukan
oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus terlebih
dahulu untuk melakukan pekerjaan itu.
2.
Ciri-ciri
Profesi
Suatu jabatan atau pekerjaan disebut profesi apabila ia memiliki
syarat-syarat atau ciri-ciri tertentu. Sejumlah ahli seperti McCully, 1963;
Tolbert, 1972; dan Nugent, 1981) telah merumuskan syarat-syarat atau ciri-ciri
dari suatu profesi. Dari rumusan-rumusan yang mereka kemukakan, dapat
disimpulkan syarat-syarat atau ciri-ciri utama dari suatu profesi sebagai
berikut:
Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang memiliki fungsi dan kebermaknaan sosial yang sangat menentukan. Untuk mewujudkan fungsi tersebut pada butir di atas para anggotanya (petugasnya dalam pekerjaan itu) harus menampilkan pelayanan yang khusus yang didasarkan atas teknik-teknik intelektual, dan ketrampilan-ketrampilan tertentu yang unik. Penampilan pelayanan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin saja, melainkan bersifat pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntut pemecahan dengan menggunakan teori dan metode ilmiah. Pada anggotanya memiliki kerangka ilmu yang sama yaitu didasarkan atas ilmu yang jelas, sistematis, dan eksplisit; bukan hanya didasarkan atas akal sehat (common sense) belaka. Untuk dapat menguasai kerangka ilmu itu diperlukan pendidikan dan latihan dalam jangka waktu yang cukup lama. Para anggotanya secara tegas dituntut memiliki kompetensi minimum melalui prosedur seleksi, pendidikan dan latihan, serta lisensi atau sertifikasi. Dalam menyelenggarakan pelayanan kepada pihan yanng dilayani, para anggota memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi dalam memberikan pendapat dan pertimbangan serta membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan berkenaan dengan penyelenggaraan pelayanan profesional yang dimaksud. Para anggotanya, baik perorangan maupun kelompok, lebih mementingkan pelayanan yang bersifat sosial daripada pelayanan yang mengejar keuntungan yang bersifat ekonomi. Standar tingkah laku bagi anggotanya dirumuskan secara tersurat (eksplisit) melalui kode etik yang benar-benar diterapkan; setiap pelanggaran atas kode etik dapat dikenakan sanksi tertentu.
Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang memiliki fungsi dan kebermaknaan sosial yang sangat menentukan. Untuk mewujudkan fungsi tersebut pada butir di atas para anggotanya (petugasnya dalam pekerjaan itu) harus menampilkan pelayanan yang khusus yang didasarkan atas teknik-teknik intelektual, dan ketrampilan-ketrampilan tertentu yang unik. Penampilan pelayanan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin saja, melainkan bersifat pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntut pemecahan dengan menggunakan teori dan metode ilmiah. Pada anggotanya memiliki kerangka ilmu yang sama yaitu didasarkan atas ilmu yang jelas, sistematis, dan eksplisit; bukan hanya didasarkan atas akal sehat (common sense) belaka. Untuk dapat menguasai kerangka ilmu itu diperlukan pendidikan dan latihan dalam jangka waktu yang cukup lama. Para anggotanya secara tegas dituntut memiliki kompetensi minimum melalui prosedur seleksi, pendidikan dan latihan, serta lisensi atau sertifikasi. Dalam menyelenggarakan pelayanan kepada pihan yanng dilayani, para anggota memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi dalam memberikan pendapat dan pertimbangan serta membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan berkenaan dengan penyelenggaraan pelayanan profesional yang dimaksud. Para anggotanya, baik perorangan maupun kelompok, lebih mementingkan pelayanan yang bersifat sosial daripada pelayanan yang mengejar keuntungan yang bersifat ekonomi. Standar tingkah laku bagi anggotanya dirumuskan secara tersurat (eksplisit) melalui kode etik yang benar-benar diterapkan; setiap pelanggaran atas kode etik dapat dikenakan sanksi tertentu.
Selama berada dalam pekerjaan itu, para anggotanya terus-menerus berusaha
menyegarkan dan meningkatkan kompetensinya dengan jalan mengikuti secara cermat
literatur dalam bidang pekerjaan itu, menyelenggarakan dan memahami hasil-hasil
riset, serta berperan serta secara aktif dalam pertemuan-pertemuan sesama anggota.
B. PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING
Diyakini bahwa pelayanan bimbingan dan konseling adalah suatu profesi
yang dapat memenuhi ciri-ciri dan persyaratan tersebut. Namun, berhubung dengan
perkembangannya yang masih tergolong baru, terutama di Indonesia, dewasa ini
pelayanan bimbingan dan konseling belum sepenuhnya mencapai persyaratan yang
diharapkan. Sebagai profesi yang handal, bimbingan dan konseling masih perlu
dikembangkan, bahkan diperjuangkan.
Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain melalui (a) standardisasi untuk kerja profesional konselor, (b) standardisasi penyiapan konselor, (c) akreditasi, (d) stratifikasi dan lisensi, dan (e) pengembangan organisasi profesi.
Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain melalui (a) standardisasi untuk kerja profesional konselor, (b) standardisasi penyiapan konselor, (c) akreditasi, (d) stratifikasi dan lisensi, dan (e) pengembangan organisasi profesi.
1. Standardisasi Unjuk Kerja
Profesional Konselor
Masih banyak
orang yang memandang bahwa pekerjaan dan bimbingan dan konseling dapat
dilakukan oleh siapa pun juga, asalkan mampu berkomunikasi dan berwawancara.
Anggapan lain mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling semata-mata
diarahkan kepada pemberian bantuan berkenaan dengan upaya pemecahan masalah
dalam arti yang sempit saja. Ini jelas merupakan anggapan yang keliru.
Sebagaimana telah diuraikan pada Bab VI, pelayanan bimbingan dan konseling
tidak semata-mata diarahkan kepada pemecahan masalah saja, tetapi mencakup
berbagai jenis layanan dan kegiatan yang mengacu pada terwujudnya fungsi-fungsi
yang luas. Berbagai jenis bantuan dan kegiatan menuntut adanyaunjuk kerja
profesional tertentu. Di Indonesia memang belum ada rumusan tentang unjuk kerja
profesional konselor yang standar. Usaha untuk merintis terwujudnya rumusan
tentang unjuk kerja itu telah dilakukan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia
(IPBI) pada Konvensi Nasional VII IPBI di Denpasar, Bali (1989). Upaya ini
lebih dikonkretkan lagi pada Konvensi Nasional VIII di Padang (1991). Rumusan
unjuk kerja yang pernah disampaikan dan dibicarakan dalam konvensi IPBI di
Padang itu dapat dilihat pada lampiran.
Walaupun rumusan butir-butir
(sebanyak 225 butir) itu tampak sudah terinci, namun pengkajian lebih lanjut masih
amat perlu dilakukan untuk menguji apakah butir-butir tersebut memang sudah
tepat sesuai dengan kebutuhan lapangan, serta cukup praktis dan memberikan arah
kepada para konselor bagi pelaksanaan layanan terhadap klien. Hasil pengkajian
itu kemungkinan besar akan mengubah, menambah merinci rumusan-rumusan yang
sudah ada itu.
2. Standardisasi Penyiapan
Konselor
Tujuan
penyiapan konselor ialah agar para (calon) konselor memiliki wawasan dan
menguasai serta dapat melaksanakan dengan sebaik-baiknya materi dan ketrampian
yang terkandung di dalam butir-butir rumusan unjuk kerja. Penyiapan konselor
itu dilakukan melalui program pendidikan prajabatan, program penyetaraan,
ataupun pendidikan dalam jabatan (seperti penataran). Khusus tentang penyiapan
konselor melalui program pendidikan dalam jabatan, waktunya cukup lama, dimulai
dari seleksi dan penerimaan calon peserta didik yang akan mengikuti program
sampai para lulusannya diwisuda. Program pendidikan prajabatn konselor adalah
jenjang pendidikan tinggi.
Seleksi/Penerimaan Peserta didik
Seleksi atau pemilihan calon
peserta didik merupakan tahap awal dalam proses penyiapan konselor. Kegiatan
ini memegang peranan yang amat penting dan menentukan dalam upaya pemerolehan
calon konselor yang diharapkan. Bukanlah bibit yang baik akan menghasilkan buah
yang baik pula? Komisi tugas, standar, dan kualifikasi konselor Amerika Serikat
(Dalam Mortensen & Schmuller, 1976) mengemukakan syarat-syarat pribadi yang
harus dimiliki oleh konselor sebagai berikut: Untuk dapat melaksanakan
tugas-tugas dalam bidang bimbingan dan konseling, yaitu unjuk kerja konselor
secara baik (calon) konselor dituntut memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan
sikap yang memadai. Pengetahuan, ketrampilan, dan sikap tersebut diperoleh
melalui pendidikankhusus. Untuk pelayanan profesional bimbingan dan konseling
yang didasarkan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu, maka pengetahuan,
sikap dan ketrampilan konselor yang (akan) ditugaskan pada sekolah tertentu itu
perlu disesuiakan dengan berbagai tuntutan dan kondisi sasaran layanan,
termasuk umur, tingkat pendidikan, dan tahap perkembangan anak.
A. HAL
YANG PERLU DI PERHATIKAN DALAM PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING
Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih, dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam konteks kemaslahatan umum: (a) mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, sosial, individual, dan berpotensi; (b) menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya; (c) peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada khususnya; (d) menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya; (e) toleran terhadap permsalahan konseli, dan (f) bersikap demokratis Menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling.
Menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling; (b) menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya; (c) mengimplementasikan prinsipprinsip pendidikan dan proses pembelajaran; (d) menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan
Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan: (a) menguasai esensi bimbingan dan onseling pada satuan jalur pendidikan formal, non formal, dan informal; (b) menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenis pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus; dan (c) menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenjang pendidikan usia dini, dasar dan menengah. Menguasai konsep dan praksis penelitian bimbingan dan konseling: (a) memahami berbagai jenis dan metode penelitian; (b) mampu merancang penelitian bimbingan dan konseling; (c) melaksanakan penelitian bimbingan dan konseling; (d) memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan konseling dengan mengakses jurnal pendidikan dan bimbingan dan konseling. Menguasai kerangka teori dan praksis bimbingan dan konseling: (a) mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan dan konseling; (b) mengaplikasikan arah profesi bimbingan dan konseling; (c) mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan bimbingan dan konseling; (d) mengaplikasikan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai kondisi dan tuntutan wilayah kerja; (e) mengaplikasikan pendekatan/model/ jenis layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling; dan (f) Mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan bimbingan dan konseling.
Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih, dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam konteks kemaslahatan umum: (a) mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, sosial, individual, dan berpotensi; (b) menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya; (c) peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada khususnya; (d) menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya; (e) toleran terhadap permsalahan konseli, dan (f) bersikap demokratis Menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling.
Menguasai landasan teoritik bimbingan dan konseling; (b) menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya; (c) mengimplementasikan prinsipprinsip pendidikan dan proses pembelajaran; (d) menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan
Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan: (a) menguasai esensi bimbingan dan onseling pada satuan jalur pendidikan formal, non formal, dan informal; (b) menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenis pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus; dan (c) menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenjang pendidikan usia dini, dasar dan menengah. Menguasai konsep dan praksis penelitian bimbingan dan konseling: (a) memahami berbagai jenis dan metode penelitian; (b) mampu merancang penelitian bimbingan dan konseling; (c) melaksanakan penelitian bimbingan dan konseling; (d) memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan konseling dengan mengakses jurnal pendidikan dan bimbingan dan konseling. Menguasai kerangka teori dan praksis bimbingan dan konseling: (a) mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan dan konseling; (b) mengaplikasikan arah profesi bimbingan dan konseling; (c) mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan bimbingan dan konseling; (d) mengaplikasikan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai kondisi dan tuntutan wilayah kerja; (e) mengaplikasikan pendekatan/model/ jenis layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling; dan (f) Mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan bimbingan dan konseling.
Menyelenggarakan bimbingan dan
konseling yang memandirikan Merancang
program bimbingan dan konseling: (a) menganalisis kebutuhan konseli; (b)
menyusun program bimbingan dan konseling yang berkelanjutan berdasar kebutuhan
peserta didik secara komprehensif dengan pendekatan perkembangan; (c) menyusun
rencana pelaksanaan program bimbingan dan konseling; dan (d) merencanakan
sarana dan biaya penyelenggaraan program bimbingan dan konseling.
Mengimplemantasikan program bimbingan dan konseling yang komprehensif: (a) Melaksanakan program bimbingan dan konseling: (b) melaksanakan pendekatan kolaboratif dalam layanan bimbingan dan konseling; (c) memfasilitasi perkembangan, akademik, karier, personal, dan sosial konseli; dan (d) mengelola sarana dan biaya program bimbingan dan konseling.
Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling: (a) melakukan evaluasi hasil, proses dan program bimbingan dan konseling; (b) melakukan penyesuaian proses layanan bimbingan dan konseling; (c) menginformasikan hasil pelaksanaan evaluasi layanan bimbingan dan konseling kepada pihak terkait; (d) menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi untuk merevisi dan mengembangkan program bimbingan dan konseling. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja: (a) memahami dasar, tujuan, organisasi dan peran pihak-pihak lain (guru, wali kelas, pimpinan sekolah/madrasah, komite sekolah/madrasah di tempat bekerja; (b) mengkomunikasikan dasar, tujuan, dan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak-pihak lain di tempat bekerja; dan (c) bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam tempat bekerja seperti guru, orang tua, tenaga administrasi). Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling: (a) Memahami dasar, tujuan, dan AD/ART organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri.dan profesi; (b) menaati Kode Etik profesi bimbingan dan konseling; dan (c) aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri.dan profesi. Mengimplementasikan kolaborasi antar profesi: (a) mengkomunikasikan aspek-aspek profesional bimbingan dan konseling kepada organisasi profesi lain; (b) memahami peran organisasi profesi lain dan memanfaatkannya untuk suksesnya pelayanan bimbingan dan konseling; (c) bekerja dalam tim bersama tenaga paraprofesional dan profesional profesi lain; dan (d) melaksanakan referal kepada ahli profesi lain sesuai keperluan.
Mengimplemantasikan program bimbingan dan konseling yang komprehensif: (a) Melaksanakan program bimbingan dan konseling: (b) melaksanakan pendekatan kolaboratif dalam layanan bimbingan dan konseling; (c) memfasilitasi perkembangan, akademik, karier, personal, dan sosial konseli; dan (d) mengelola sarana dan biaya program bimbingan dan konseling.
Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling: (a) melakukan evaluasi hasil, proses dan program bimbingan dan konseling; (b) melakukan penyesuaian proses layanan bimbingan dan konseling; (c) menginformasikan hasil pelaksanaan evaluasi layanan bimbingan dan konseling kepada pihak terkait; (d) menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi untuk merevisi dan mengembangkan program bimbingan dan konseling. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja: (a) memahami dasar, tujuan, organisasi dan peran pihak-pihak lain (guru, wali kelas, pimpinan sekolah/madrasah, komite sekolah/madrasah di tempat bekerja; (b) mengkomunikasikan dasar, tujuan, dan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak-pihak lain di tempat bekerja; dan (c) bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam tempat bekerja seperti guru, orang tua, tenaga administrasi). Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling: (a) Memahami dasar, tujuan, dan AD/ART organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri.dan profesi; (b) menaati Kode Etik profesi bimbingan dan konseling; dan (c) aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri.dan profesi. Mengimplementasikan kolaborasi antar profesi: (a) mengkomunikasikan aspek-aspek profesional bimbingan dan konseling kepada organisasi profesi lain; (b) memahami peran organisasi profesi lain dan memanfaatkannya untuk suksesnya pelayanan bimbingan dan konseling; (c) bekerja dalam tim bersama tenaga paraprofesional dan profesional profesi lain; dan (d) melaksanakan referal kepada ahli profesi lain sesuai keperluan.
BAB 111
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Demikianlah beberapa pandangan tentang teori profesi
bimbingan dan konseling dari pemamparan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa
dalam teori profesi bimbingan dan konseling faktor lingkungan sangat penting
peranannya dalam pembelajaran,di samping itu teori ini juga mengutamakan mekanisme
yang terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon.
Sebagai konsekuensi teori ini adalah para konselor
yang menggunakan paradikma profesi bimbingan dan konseling yang akan menyusun
bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap,sehingga tujuan pembelajaran yang
harus di kuasai siswa secara utuh oleh konselor.konselor tidak banyak memberi
ceramah tetapi instruksi singkat yang di ikuti contoh-contoh yang baik di
lakukan sendiri.
Bimbingan dan konseling merupakan
proses yang berkesinambungan dalam membantu individu agar dapat mengarahkan dan
mengembangkan dirinya secara optimal sesuai kemampuannya dan agar individu
memahami diri dan menyesuaikan dengan lingkungannya. Di sekolah, bimbingan dan
konseling secara tidak langsung menunjang tujuan pendidikan dengan menangani
masalah dan memberikan layanan secara khusus pada siswa, agar siswa dapat mengembangkan
dirinya secara penuh.
B.
SARAN-SARAN
Saran untuk
para konselor agar menjadi lebih baik dalam mengajar kepada klient.
Cara penyampaian yang baik dan benar agar
dapat di terima oleh para siswa
Bagikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Coment No Cry