SILAHKAN ISI BUKU TAMU



Selasa, 13 Januari 2015

PARADIGMA TEANTROPOLOGIS



Dalam beberapa dakade terakhir, sempat terjadi perdebatan panjang dalam kajian Ilmu Kalam. Permasalahan terpenting yang menjadi tema perbincangan pada masa permulaan Islam. Perdebatan-perdebatan yang terjadi terkesan terlalu sibuk membahas Tuhan (dan atribut-atribut langit lainnya) dan lupa membahas peran manusia sebagai khalifah di bumi perdebatan tentang tema tauhid perbuatan Tuhan dan manusia dan keadilan Tuhan. Terus apakah sifat Tuhan menyatu dengan zat-Nya adalah perdebatan yang sangat melelahkan dan sampai sekarang tidak ditemukan jawaban atas hal itu, karena itu terdapat suatu terobosan paradigma baru tentang ilmu kalam yaitu apa yang disebut sebagai Paradigma Teantropologis.
 


Paradigma Tentropologis adalah sebuah kerangka berpikir atau pandangan dan kajian manusia akan Tuhan dan berusaha menjelaskan tentang berbagai macam bentuk perbedaan dan persamaan dalam aneka ragam kebudayaan manusia. Karena dalam perspektif perkembangan masyarakat modern dan postmodern, Islam harus mampu meletakkan landasan pemecahan terhadap problem kemanusiaan (kemiskinan, ketidakadilan, hak asasi manusia, ketidak berdayaan perempuan dan sebagainya). Diskursus teologi Islam yang pada mulanya hanya berbicara tentang Tuhan (teosentris) kini beralih pada persoalan-persoalan kemanusiaan universal (antroposentris).

Engineer,(1999) mengatakan bahwa “masyarakat yang sebagian anggotanya mengeksploitasi sebagian anggota lainnya yang lemah dan tertindas tidak dapat disebut sebagai masyarakat Islam. Kemudian dengan adanya konsep ini akan ditemukan sebuah persepsi yang lebih luas dalam memandang agama. Sehingga dengan adanya paradigma Teantropologis, maka kajian ilmu kalam dapat lebih terbuka dalam membahas esensi kehidupan manusia.

Engineer,(1999) menambahkan pada dasarnya, agama hendak menciptakan kesehatan sosial, dan menghindarkan diri dari sekedar menjadi pelipur lara dan tempat berkeluh kesah, agama harus mentransformasikan diri menjdi alat yang canggih untuk melakukan perubahan sosial. Teologi, meskipun berasal dari teks- skriptural yang diwahyukan dari Tuhan, sebagian bersifat situasional-kontekstual dan normatif-metafisis. Ruhnya yang militan tampak menonjol ketika tetap menidentifikasikan dirinya dengan kaum tertindas.. Jika mengkaji lebih jauh lagi, Iqra’ sebagai ayat pertama yang turun bukanlah tanpa sebab yang jelas. Pada saat itu, Arab tidak mengenal budaya menulis. Tetapi Al Qur’an menekankan pena sebagai alat untuk menyebarkan ilmu pengetahuan. Hal ini memberi dampak liberatif bagi bangsa Arab, dari bangsa yang membenci ilmu pengetahuan menjadi bangsa yang tekun belajar dan menemukan rahasia alam selama berabad-abad. Cara pandang bangsa Arab pada Jahiliyah yang bias gender dibongkar habis oleh Islam. Islam mendudukan laki-laki dan perempuan sama derajatnya, hanyalah yang paling bertaqwa yang memiliki derajat lebih dimata Allah. Dalam bidang ekonomi pun Al Qur’an menekankan pada keadilan. Al Qur’an memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk menyumbangkan kelebihan hartanya (Qs.2 :219). Toleransi merupakan hal yang dijunjung tinggi dalam Islam. Al Qur’an menegaskan dengan jelas, tidak ada paksaan dalam agama (QS.2: 256), dan bagimu agamamu, bagiku agamaku (Qs. 190: 6).


Bagikan