A. PENDAHULUAN
Menurut John A. Laska dalam Knight, 1982 Pendidikan dikatakan sebagai sebuah
usaha yang terencana oleh pelajar atau oleh orang lain untuk mengontrol
(memberi panduan, mengarahkan, atau mempengaruhi atau mengatur) suatu situasi
belajar untuk mencapai tujuannya. Pendidikan, dilihat dari sudut pandang ini
tidak terbatas di sekolah, kurikulum atau metode sekolah yang tradisional.
Pendidikan dapat dipandang sebagai suatu proses belajar seumur hidup yang
dilaksanakan secara terarah dan terencana.
Sedangkan proses pembelajaran menurut Corey (1982) dalam Syaiful Sagala
(2003:61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja
dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu
dalam kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.
Teori belajar Behavioristik adalah
teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang
individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan.
Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.
B. PENGERTIAN BELAJAR MENURUT TEORI
BEHAVIORISTIK
Behaviorisme merupakan kekuatan pendidikan sejak abad pertengahan. Sebagai
suatu pendekatan terhadap pendidikan, behaviorisme terbuka bagi manusia modern
yang mengutamakan metodologi ilmiah dan “obyektivitas” seperti sektor yang
dapat diukur dari komunitas bisnis yang menilai hasil, efisiensi, dan ekonomi
yang terlihat mendesak (Haryo, 2007) Terdapat empat prinsip filosofis utama
dalam pengembangan teori ini yaitu : Manusia adalah binatang yang sangat
berkembang dan manusia belajar dengan cara yang sama seperti yang telah
dilakukan binatang lainnya; pendidikan adalah proses perubahan perilaku; peran
guru adalah menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif; efisiensi,
ekonomi, ketepatan dan obyektivitas merupakan perhatian utama dalam pendidikan.
Pengertian belajar menurut teori
Behavioristik adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya reaksi
antara stimulus dan respon. Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu apabila
ia mampu menunjukan perubahan pada tingkah lakunya, apabila dia belum
menunjukkan perubahan tingkah laku maka belum dikatakan bahwa ia telah
melakukan proses belajar. Teori ini sangat mementingkan adanya input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respons. Dalam proses pembelajaran input
ini bisa berupa alat peraga, gambar-gambar, atau cara-cara tertentu untuk
membantu proses belajar (Budiningsih, 2003).
Ciri dari teori ini adalah
mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan
peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan
pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan
kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang
diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa
tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau
reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya.
Guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku siswa merupakan
reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
C. TOKOH-TOKOH ALIRAN BEHAVIORISME
Para tokoh aliran behaviorisme setidaknya ada Thorndike, Skinner, Pavlov,
Gagne, dan Bandura. Pada intinya mereka menyetujui pengertian belajar di
atas, namun ada beberapa perbedaan pendapat di antara mereka. Secara singkat
akan kami bahas karya tokoh aliran behaviouristik sebagai berikut.
1. Edward Lee Thorndike (1874 –
1949)
Menurut Thorndike, belajar merupakan
peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang
disebut stimulus (S) dengan respon (R).
l Stimulus adalah suatu perubahan
dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk
bereaksi atau berbuat.
l Respon adalah sembarang tingkah
laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Eksperimen kucing lapar yang
dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai
hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih
respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials)
dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar
dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting
lerning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu
teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori
belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
Thorndike mengemukakan bahwa
terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum
berikut:
1. Hukum kesiapan (law of
readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan
tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan
individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
2. Hukum latihan (law of
exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah laku diulang/dilatih
(digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
3. Hukum akibat (law of effect),
yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan
dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
2. Ivan Petrovich Pavlov (1849 –
1936)
Classic Conditioning (pengkondisian
atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui
percobaannya terhadap anjing, di mana perangsang asli dan netral dipasangkan
dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi
yang diinginkan.
Urutan kejadian melalui percobaan
terhadap anjing:
1. US (unconditioned stimulus)
= stimulus asli atau netral: Stimulus tidak dikondisikan yaitu stimulus yang
langsung menimbulkan respon, misalnya daging dapat merangsang anjing untuk
mengeluarkan air liur.
2. UR (unconditioned respons):
disebut perilaku responden (respondent behavior) respon tak bersyarat,
yaitu respon yang muncul dengan hadirnya US, yaitu air liur anjing keluar karen
anjing melihat daging.
3. CS (conditioning stimulus):
stimulus bersyarat, yaitu stimulus yang tidak dapat langsung menimbulkan
respon. Agar dapat menimbulkan respon perlu dipasangkan dengan US secara
terus-menerus agar menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel akan menyebabkan
anjing mengeluarkan air liur jika selalu dipasangkan dengan daging.
4. CR (conditioning respons):
respons bersyarat, yaitu rerspon yang muncul dengan hadirnya CS, Misalnya: air
liur anjing keluar karena anjing mendengar bel.
Dari eksperimen Pavlov setelah
pengkondisian atau pembiasan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus
alami (UCS = Unconditional Stimulus = Stimulus yang tidak dikondisikan) dapat
digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan (CS = Conditional
Stimulus = Stimulus yang dikondisikan). Ketika lonceng dibunyikan
ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan. Dengan
menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara
mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia
dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
3. Burrhus Frederic Skinner (1904 –
1990)
Manajemen kelas menurut Skinner
adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku (behavior modification)
antara lain dengan proses penguatan (reinforcement) yaitu memberi
penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada
perilaku yang tidak tepat.
Operant Conditioning atau
pengkondisian operan adalah suatu proses penguatan perilaku operan (penguatan
positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang
kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Perilaku operan adalah perilaku yang
dipancarkan secara spontan dan bebas Skinner membuat eksperiment sebagai
berikut: dalam laboratorium. Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan
dalam kotak yang disebut ”Skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan
berbagai peralatan, yaitu tombol, alat pembeli makanan, penampung makanan,
lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik.
Karena dorongan lapar (hunger
drive), tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak
kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan
keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan
perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shaping.
Unsur terpenting dalam belanja
adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang
terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi
penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif
dan penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan
terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat
mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang.
Beberapa prinsip belajar Skinner
antara lain:
1. Hasil belajar harus segera
diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti
irama dari yang belajar.
3. Materi pelajaran, digunakan
sistem modul.
4. Dalam proses pembelajaran, lebih
dipentingkan aktivitas sendiri.
5. Dalam proses pembelajaran, tidak
digunakan hukuman. Untuk ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya
hukuman.
6. Tingkah laku yang diinginkan
pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya
jadwal variable rasio reinforcer.
7. Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
Beberapa kekeliruan dalam penerapan
teori, Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk
mendiskripsikan siswa menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan
sendiri konsekuensi dari perbuatannya misalnya anak perlu mengalami sendiri
kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verba maupun
fisik seperti : kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat
buruk pada siswa.
Selain itu kesalahan dalam
reinforcement positif juga terjadi di dalam situasi pendidikan seperti
penggunaan rangking juara di kelas yang mengharuskan anak menguasai semua mata
pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai dengan kemampun yang
diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan sesuai
dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa; misalnya: penghargaan di bidang
bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari, atau olahraga.
D. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR
BEHAVIORISME
1. Stimulus dan Respons
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya alat
peraga, gambar atau charta tertentu dalam rangka membantu belajarnya. Stimulus
ini dapat terintegrasi dengan baik melalui perencanaan program pembelajaran
yang baik lengkap dengan alat-alat yang membentu siswa mencapai tujuan belajar.
Sedangkan respons adalah reaksi siswa terhadap stimulus yang telah
diberikan oleh guru tersebut, reaksi ini haruslah dapat diamati dan diukur.
2. Reinforcement (penguatan)
Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku disebut penguatan
(reinforcement) sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan akan memperlemah
perilaku disebut dengan hukuman(punishment).
- Penguatan positif dan negatif
Pemberian stimulus positif yang
diikuti respon disebut penguatan positif, misalnya dengan memuji siswa setelah
dapat merespon pertanyaan guru. Sedangkan mengganti peristiwa yang dinilai
negatif untuk memperkuat perilaku disebut penguatan negatif, misalnya apabila
siswa mampu mengerjakan tugas dengan sempurna maka diperbolehkan tidak
mengikuti ulangan.
- Penguatan primer dan sekunder
Penguat primer adalah penguatan yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisik seperti air, makanan, udara dll.
Sedangkan penguatan sekunder adalah penguatan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan non fisik seperti pujian, pangkat, uang dll.
3. Kesegeraan memberi penguatan
(immediacy)
Penguatan hendaknya diberikan segera setelah perilaku muncul karena akan
menimbulkan perubahan perilaku yang jauh lebih baik dari pada pemberian
penguatan yang diulur-ulur waktunya.
- Pembentukan perilaku (Shapping)
Menurut skinner untuk membentuk
perilaku seseorang diperlukan langkah-langkah berikut : 1. Mengurai perilaku
yang akan dibentuk menjadi tahapan-tahapan yang lebih rinci; 2. menentukan
penguatan yang akan digunakan; 3. Penguatan terus diberikan apabila muncul
perilaku yang semakin dekat dengan perilaku yang akan dibentuk.
- Kepunahan (Extinction)
Kepunahan akan terjadi apabila
respon yang telah terbentuk tidak mendapatkan penguatan lagi dalam waktu
tertentu.
E. APLIKASI TEORI BEHAVIORISTIK
TERHADAP PEMBELAJARAN SISWA
Menurut Budiningsih, 2005:24 dari semua teori pendukung tingkah laku, teori
skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar.
Beberapa program pembelajaran menggunakan sistem stimulus dan respon yang
diwujudkan dalam program-program pembelajaran yang disertai oleh perangkat
penguatan(reinforcement).
Guru yang menggunakan paradigma
behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran yang sudah siap sehingga
tujuan pembelajaran yang dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru
tidak hanya memberi ceramah tetapi juga contoh-contoh. Bahan pelajaran disusun
hierarki dari yang sederhana sampai yang kompleks. Hasil dari pembelajaran
dapat diukur dan diamati, kesalahan dapat diperbaiki. Hasil yang diharapkan
adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.
Metode ini sangat cocok untuk
memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung
unsur kecepatan, spontanitas, kelenturan, daya tahan, contohnya
percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang,
olahraga dsb. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang
masih membutuhkan dominansi orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan,
suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
Kekurangan metode ini adalah
pembelajaran siswa yang berpusat pada guru bersifat mekanistik dan hanya
berorientasi pada hasil. Murid dipandang pasif, murid hanya mendengarkan,
menghafal penjelasan guru sehingga guru sebagai sentral dan bersifat otoriter.
F. PENDEKATAN TEORITIK DALAM
KONSELING
Pendekatan Behavioristik
Tokohnya Skinner, Watson, Thorndike. Dasar filosofis dari teori mereka adalah
bahwa perilaku itu terbentuk dari perlakuan individu lain dalam lingkungan
sekitarnya. Kalau individu tidak dapat melakukan self-determinism maka
dirinya akan mudah sekali terhanyut. Behavioristik dalam menjabarkan
pandangannya selalu dihubungkan dengan prinsip stimulus-respon. Kalau orang tua
misalnya memberikan pola asuh otoriter yang didalamnya selalu penuh dengan
kritikan, celaan, maka anakpun akan belajar dan kemudian memberikan respon
perasan rendah diri.
Hal yang dipelajari di rumah inipun
kemudian akan ditransfer dalam kehidupan sehari-hari. Ada dua kemungkinan anak
memberikan respon kepada lingkungan, di sekolah misalnya ia jadi lebih suka
menyendiri atau bila teman-temannya memberikan stimulus yang berbeda dengan
yang dialaminya yaitu mengakui dan menerima keberadaannya dan selalu
memberi dukungan atas perilakunya sekalipun negatif, maka siswa kemudian
cenderung lebih memilih lingkungan tersebut. Tujuan akhir konseling
adalah untuk membuat siswa mengubah perilakunya yang maladaptif dan mau
menambah perbendaharaan peilaku, untuk mengetahui itu klien diminta untuk
membuat kontrak agar perilakunya dapat dinilai dan dipantau hingga tercapai
perilaku target yang diinginkan. Behavioristik lebih menekankan pada
perilaku sekarang daripada menoleh kembali ke masa kehidupan awal.
G. PENDEKATAN BEHAVIORISTIK DALAM
PERUMUSAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Pendidikan
akan tercapai apabila pihak pendidik dan terdidik memahami teori pendidikan,
tentu saja teori yang dipakai tidak bisa berdiri sendiri, tetapi satu dengan
yang lain akan saling melengkapi, sehingga dapat menggunakan teori tersebut
sesuai yang dibutuhkan saat itu. Pengaruh berbagai macam teori pendidikan dalam
penentuan kebijakan tentu saja tidak dapat dibantah lagi, termasuk pengaruh
teori behaviorisme dalam penentuan kebijakan pendidikan di Indonesia. Berikut
sebagian kebijakan yang bisa dikaitkan dengan konsep filosofi
behaviorisme, yang diantaranya adalah :
1. Pendidikan adalah suatu proses
untuk pembentukan perilaku. Tertuang secara jelas dalam Tujuan pendidikan
nasional.
Menurut para behavioris, manusia
diprogram untuk bertindak dalam cara-cara tertentu oleh lingkungannya. Jika
benar akan diberi hadiah oleh alam dan bila salah akan dihukum oleh alam.
Tindakan yang diberi hadiah cenderung diulang sedangkan yang dihukum cenderung
dihilangkan. Oleh sebab itu, perilaku dapat dibentuk dengan memanipulasi proses
penghargaan dan hukuman tersebut. Tugas dari pendidikan adalah untuk
menciptakan lingkungan belajar yang mengarah pada perilaku yang diinginkan.
Sekolah dipandang sebagai cara untuk merancang suatu budaya.
Fungsi dan tujuan pendidikan
nasional, UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas Menyatakan bahwa “Pendidikan
nasional berperan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadfi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.
Standar Sarana Prasarana,
Pasal 45. ayat 1 bahwa “Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal
menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai
dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual,
sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik”
2. Proses belajar
Behavioristik mengutamakan tentang bagaimana memberikan stimulus yang tepat dan
pembentukan kebiasaan melalui proses latihan dan pengulangan untuk menghasilkan
respon yang diiharapkan.
Proses pencarian stimulus yang tepat ini tertuang secara jelas dalam sebuah
kebijakan yang dinamakan kurikulum. Kurikulum di artikan sebagai program
pendidikan yang disediakan sekolah atau lembaga pendidikan bagi siswa.
Berdasarkan program tersebut siswa melakukan berbagai macam kegiatan belajar
sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhan sesuai tujuan pendidikan yang
diharapkan. Kurikulum penganut behavioris mengutamakan proses pembentukan
kebiasaan melalui proses latihan dan pengulangan. Kurikulum ini sangat cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang
dewasa, suka mengulangi, suka meniru dan senang dengan bentuk penghargaan
langsung seperti diberi permen atau pujian. Kurikulum behavioris juga masih
diterapkan dalam ilmu-ilmu yang membutuhkan unsur kecepatan, reflek, daya tahan
dsb contohnya seperti menari, mengetik, menggunakan komputer dsb.
Kebijakan lain yang juga diwarnai
oleh teori ini adalah kebijakan tentang adanya kurikulum khusus untuk
pendidikan anak usia dini, pendidikan siswa yang bersifat pembiasaan dan
kecakapan kecakapan tertentu misalnya kurikulum SMK tentu saja lebih banyak
menekankan pada latihan daripada proses pencarian ilmu secara mandiri. Hal-hal
tersebut antara lain tercakup dalam kebijakan-kebijakan seperti di bawah ini:
Permin Dik Nas No. 16-17 dan 18
Tahun 2007
Bab III, pasal 13 ayat:
- Kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajad, SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajad, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajad dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup.
- Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud ayat 1 mencakup kecakapan pribadi, sosial, akademik dan kecakapan vokasional.
- Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat 1,2, dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok mata pejaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan, dan kepribadian , ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan estetika, pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan.
- Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud ayat 1,2,3 dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
BAB IV. Standar Proses.
Pasal 19 ayat:
- Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik.
- Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dalam proses pembelajaran pendidikan memberikan keteladanan.
- Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
3. Peran guru adalah untuk
menciptakan lingkungan yang efektif
Elemen utama pendidikan yang telah hilang di kebanyakan lingkungan adalah penghargaan
yang positif. Pendidikan tradisional yang mempunyai guru yang tradisional pula,
masih sering menggunakan bentuk terapi kontrol yang negatif seperti hukuman.
Seiring dengan kemajuan dunia pendidikan, guru diharapkan mampu memberikan
sebuah stimulus yang sesuai dengan kondisi anak dan kondisi lingkungan yang ada
saat ini. Seorang guru yang mempunyai kualifikasi keilmuan dan pedagogis
yang cukup tentunya mampu memberikan stimulus yang tepat agar bisa menimbulkan
respon yang positif dari siswa.
Dalam pasal 42 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas dikemukakan bahwa pendidik
harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang
kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Demikian pula yang terdapat pada
permendiknas no. 16/2007 tentang standar kompetensi guru.
Merujuk dari pasal diatas terlihat bahwa proses pendidikan di Indonesia masih
terlihat dijiwai oleh paham behaviorisme yang mengutamakan keefektifan
pemberian stimulus oleh seorang yang berkualifikasi. Dengan kualifikasi guru
yang memadai ini diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang kondusif agar
siswa dapat memberikan respon yang sesuai.
4. Sistem evaluasi
behavoristik menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan
biasanya menggunakan paper and pencil test.
Teori
behavioristik menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual,
biasanya dalam bentuk evaluasi yang menuntut satu jawaban yang ”benar” sesuai
dengan keinginan guru atau keinginan ”kunci”. Evaluasi belajar dipandang
sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah kegiatan pembelajaran.
Kebijakan berkaitan dengan pandangan
ini tentu saja masih sangat dekat dalam kehidupan pendidikan kita, misalnya
dengan adanya test tengah semester, test akhir semester, bahkan sampai
kebijakan Ujian Nasional. Semua instrumen dari penilaian ini selalu dalam
bentuk pilihan yang menunjuk pada satu jawaban yang paling benar walaupun ada
pertanyaan yang menuntut jawaban sikap. Lebih-lebih dalam Ujian Nasional yang
sampai saat ini masih banyak dipertanyakan tentang pelaksanaannya juga sangat
kental dengan suasana behaviorisme. Seperti yang tercantum dalam Pasal 66 PP
19 tahun 2005 tentang (1) Penilaian hasil belajar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) butir c bertujuan untuk menilai pencapaian
kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian
nasional. (2) Ujian nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan, dan
akuntabel. (3) Ujian nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan
sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran.
Pada hakekatnya teori behavioristik ini masih sangat kental terasa dalam setiap
kebijakan pendidikan, terutama di Indonesia. Hampir semua kebijakan pendidikan
yang ada selalu menekankan pada pembentukan perilaku dan pemberian stimulus
yang cocok untuk mencapai perilaku yang diinginkan. Walaupun teori ini sarat
dengan kritikan, namun banyak dalam hal tertentu masih diperlukan, khususnya
dalam mempelajari aspek-aspek yang bersifat tetap dan permanen dengan tujuan
belajar yang telah dirumuskan secara ketat.
Tentu saja paparan diatas tidak bisa mewakili seberapa besar paham behavioris
ini mempengaruhi pendidikan yang ada di Indonesia, karena penerapan teori ini
kadang berkaitan dengan teori yang lain dalam mewarnai satu kebijakan sehingga
sulit mendefinisi suatu kebijakan itu lebih cenderung ke arah teori yang mana.
Penerapan Teori pendidikan eklektik merupakan solusi yang dirasa paling sesuai
saat ini, dengan meniadakan kekurangan dari satu teori dan menutupinya
menggunakan teori yang lain diharapkan proses pendidikan yang terjadi akan
lebih sempurna.
H. KESIMPULAN
Behaviorisme adalah paham yang menekankan pada perubahan tingkah laku yang
didasari oleh prinsip stimulus dan respon. Dalam penentuan kebijakan pendidikan
di indonesia paham behavioris ini masih mendominasi terutama pada
kebijakan-kebijakan yang bersifat hakekat dan prinsip misalnya adanya tujuan
nasional pendidikan. Sedangkan kebijakan penetapan program kurikulum, penyiapan
tenaga guru yang kualifikatif, serta sistem penilaian yang baik merupakan
sebuah usaha untuk memberikan stimulus yang terbaik untuk menghasilkan respon
yang diharapkan.
Untuk itu Kebijakan Pendidikan yang bersifat behavioristik tidak
sepenuhnya tidak baik Untuk mewujudkannya Pemerintah perlu melihat kenyataan
dilapangan , untuk mengadakan pendekatan inovatif untuk diupayakan
keterlaksanaannya dalam proses pembelajaran. Namun kesiapan dari berbagai unsur
sistem pendidikan menjadi faktor penentunya. Oleh karena kebijakan pendidikan
yang relevan dengan tuntutan perubahan harus didukung oleh semua pelaku
pendidikan termasuk komponen pendidikan yang lain.
TERIMAKASIH
JIKA BANYAK KEKURANGAN KAMI
MOHON MAAF DAN MOHON MASUKAN DARI TEMAN-TEMAN DEMI SEMPURNANYA MAKALAH INI
DAFTAR PUSTAKA
Barnadib, Imam, 1988, Kearah
Prospektif baru Pendidikan, Jakarta, Dep Dik Bud. Ditjen P.T. P2LPTK.
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar
dan Pembelajaran. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta
Burhanuddin, dkk. 2008. Teori
Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta An-Ruzz Media
Makalah Seminar Guru Bimbingan dan
Konseling, 2003, Pembelajaran teori Behaviorisme
Knight, G.R. 1982, Issue and
Alternativesen Educational Philosophy, Michigan : Andrews University Press
Bagikan
If you would like to obtain a good deal from this paragraph then you have
BalasHapusto apply such methods to your won website.
my blog post :: http://a.speakscience.org/groups/far-more-medical-professionals-light-up-camels-than-any-other-cigarettes-online
You really make it seem so easy with your presentation but I
BalasHapusfind this topic to be really something which I think I
would never understand. It seems too complicated
and very broad for me. I am looking forward for your next
post, I'll try to get the hang of it!
Feel free to visit my blog ... ecig
I am really inspired along with your writing skills as neatly as with the layout in your weblog.
BalasHapusIs that this a paid subject matter or did you customize it your self?
Either way keep up the nice quality writing, it is rare to look a nice weblog like this one today.
.
Also visit my blog post ... samsung galaxy s4