menikah |
1. Pembagian Pernikahan Beda Agama Dalam Islam
Secara umum pernikahan lintas agama dalam Islam dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
A.
Pernikahan antara
pria muslim dengan wanita non-muslim
B.
Pernikahan antara
pria non-muslim dengan wanita muslimah
Namun sebelum kita membahas tentang pernikahan tersebut
diatas, sebaiknya kita perlu mengetahui tentang pengertian non-muslim di dalam
Islam. Golongan non-muslim sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1.
Golongan Orang
Musyrik
Menurut Kitab Rowaa’iul
Bayyan tafsir Ayyah Arkam juz 1 halaman 282 karya As Syech Muhammad Ali As
Shobuni, orang musyrik ialah orang-orang yang telah berani menyekutukan ALLAH
SWT dengan mahluk-NYA (penyembah patung, berhala atau semacamnya).
Beberapa contoh
golongan orang musyrik antara lain Majusi yang menyembah api atau matahari,
Shabi’in, Musyrikin, dan beberapa agama di Indonesia yang menyembah patung,
berhala atau sejenisnya
2.
Golongan Ahli Kitab
Menurut Kitab Rowaa’iul
Bayyan tafsir Ayyah Arkam juz 1 halaman As Syech Muhammad Ali As Shobuni,
Ahli Kitab adalah mereka yang berpegang teguh pada Kitab Taurat yaitu agama
Nabi Musa As. atau mereka yanga berpegang teguh pada Kitab Injil yaitu agama
Nabi Isa As. Atau banyak pula yang menyebut sebagai agama samawi atau agama
yang diturunkan langsung dari langit yaitu Yahudi dan Nasrani.
Mengenai istilah
Ahli Kitab ini, terdapat perbedaan pendapat diantara kalangan Ulama’. Sebagian
Ulama’ berpendapat bahwa mereka semua kaum Nasrani termasuk yang tinggal di
Indonesia ialah termasuk Ahli Kitab. Namun ada juga yang berpendapat bahwa Ahli
Kitab ialah mereka yang nasabnya (menurut silsilah sejak nenek moyangnya
dahulu) ketika diturunkan sudah memeluk agama Nasrani. Jadi kaum Nasrani di
Indonesia, berdasarkan pendapat sebagian Ulama’ tidak termasuk Ahli Kitab.
A.
Pernikahan Antara
Pria Muslim Dengan Wanita Non-Muslim
Didalam Islam,
pernikahan antara antara pria muslim dengan wanita non-muslim Ahli Kitab itu,
menurut pendapat sebagian Ulama’ diperbolehkan. Hal ini didasarkan pada Firman
ALLAH SWT dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5 yang artinya
“(Dan dihalalkan menikahi) perempuan-perempuan yang
menjaga kehormatan dan dari kalangan orang-orang yang beriman dan
perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan dan dari kalangan Ahli Kitab
sebelum kamu ”.
Namun ada beberapa
syarat yang diajukan apabila akan melaksanakan hal tersebut, yaitu : Jelas
Nasabnya. Menurut silsilah atau menurut garis keturunannya sejak nenek
moyangnya adalah Ahli Kitab, jadi seperti kesimpulan para Ulama’ di atas,
sebagian besar kaum Nasrani di Indonesia bukan merupakan golongan Ahli Kitab,
seperti halnya juga kaum Tionghoa yang beragama Nasrani di Indonesia.
Benar-benar
Berpegang Teguh Pada Kitab Taurat dan Kitab Injil. Apabila memang apabila
mereka berpegang teguh kepada Kitab Taurat dan atau Injil (yang benar-benar
asli) pasti mereka pada akhirnya akan masuk Islam, karena sebenarnya pada Kitab
Taurat dan Injil yang asli telah disebutkan bahwa akan datang seorang Nabi
setelah Nabi Musa As dan Nabi Isa As, yaitu Nabiullah Muhammad SAW. Dan apabila
mereka mengimani akan adanya Nabiullah Muhammad SAW, pasti mereka akan masuk
Islam
Wanita Ahli Kitab
tersebut nantinya mampu menjaga anak-anaknya kelak dari bahaya fitnah. Ada
beberapa Hadits Riwayat Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Sahabat Thalhah,
Sahabat Hudzaifah, Sahabat Salman, Sahabat Jabir dan beberapa Sahabat lainnya,
semua memperbolehkan pria muslim menikahi wanita Ahli Kitab. Sahabat Umar bin
Khattab pernah berkata :
“Pria Muslim
diperbolehkan menikah dengan wanita Ahli Kitab dan tidak diperbolehkan pria
Ahli Kitab menikah dengan wanita muslimah”.
Bahkan Sahabat
Hudzaifah dan Sahabat Thalhah pernah menikah dengan wanita Ahli Kitab tetapi
akhirnya wanita tersebut masuk Islam. Dengan demikian, keputusan untuk
memperbolehkan menikah dengan wanita Ahli Kitab sudah merupakan Ijma’ (artinya
kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum
dalam agama berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi.)
para Sahabat. Ulama’ besar Ibnu Al-Mundzir mengatakan bahwa jika ada Ulama’
Salaf yang mengharamkan pernikahan tersebut diatas, maka riwayat tersebut dinilai
tidak Shahih.
Demikian pula Fatwa
Majlis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 per-tanggal
9-22 Jumadil Akhir 1426 H. / 26-29 Juli 2005 M (disini) tentang haramnya
pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab berdasarkan pertimbangan kemaslahatan.
Meskipun fatwa itu diusung dengan merujuk pada beberapa dalil naqli, tetap saja
menghapus kebolehan pria muslim menikah dengan wanita Ahli Kitab sebagaimana
disebutkan dalam QS. Al-Maidah ayat 5 tersebut diatas. Dan rupanya fatwa itu
dikeluarkan karena didorong oleh keinsafan akan adanya persaingan antara agama.
Para Ulama’ menganggap bahwa persaingan tersebut telah mencapai titik rawan
bagi kepentingan dan pertumbuhan masyarakat muslim.
Namun ada pula
Ulama’ yang secara tegas mengharamkan pernikahan antara pria muslim dengan
wanita Ahli Kitab. Para Ulama’ ini mendasarkan pendapatnya pada Firman ALLAH
Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 221 yang berarti.
“Dan janganlah kamu
menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak
yang muslim itu lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)
sebelum mereka beriman . sesungguhnya budak mukmin itu lebih baik daripada
musyrik, walaupun mereka menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan
ALLAH mengajak ke surga dan ampunan dengan ijinNYA. Dan ALLAH menerangkan
ayat-ayatNYA (perintah-perintahNYA) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran”.
Dan juga Al-Quran
Surat Al-Mumtahanah ayat 10 yang berarti :
“Hai orang-orang
yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang
beriman, hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. ALLAH mengetahui tentang
keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar)
beriman maka janganlah kamu mengembalikan mereka kepada (suami-suami) mereka
orang-orang kafir. Mereka tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada
(suami-suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu
mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu
tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan kafir; dan hendaklah
kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang
telah mereka bayarkan. Demikianlah hukum ALLAH yang ditetapkanNYA diantara
kamu, dan ALLAH Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”
Disamping itu,
mereka juga berpegangan kepada perkataan Sahabat Abdullah bin Umar yang berarti
:
“tiada kemusyrikan
yang paling besar daripada wanita yang meyakini Isa bin Maryam sebagai
tuhannya”.
Dalam Kitab Al-Mughni
juz 9 halaman 545 karya Imam Ibnu Qudamah, Ibnu Abbas pernah menyatakan, hukum
pernikahan dalam QS. Al-Baqarah ayat 221 dan QS. Al-Mumtahanah ayat 10 diatas
telah dihapus (mansukh) oleh QS. Al-Maidah ayat 5. Karenanya yang berlaku
adalah hukum dibolehkannya pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab.
Sedangkan
pernikahan antara pria muslim dengan wanita musyrikah, menurut kesepakatan para
Ulama’ tetap diharamkan, apapun alasannya, karena dikhawatirkan dapat
menimbulkan fitnah.
B.
Pernikahan Antara
Pria Non-Muslim Dengan Wanita Muslimah
Pernikahan antara
wanita muslimah dengan pria non-muslim, menurut kalangan Ulama’ tetap
diharamkan, baik menikah dengan pria Ahli Kitab maupun dengan seorang pria
musyrik. Hal ini dikhawatirkan wanita yang telah menikah dengan pria non-muslim
tidak dapat menahan godaan yang akan datang kepadanya. Seperti halnya wanita
tersebut tidak dapat menolak permintaan sang suami yang mungkin bertentangang
dengan syariat Islam, atau wanita itu tidak dapat menahan godaan yang datang
dari lingkungan suami yang tidak seiman yang mungkin cenderung lebih dominan
Dalil naqli
pernyataan tentang haramnya pernikahan seorang wanita muslimah dengan pria
non-muslim adalah Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5, yang menyatakan bahwa ALLAH
SWT hanya memperbolehkan pernikahan seorang pria muslim dengan wanita Ahli
Kitab, tidak sebaliknya. Seandainya pernikahan ini diperbolehkan, maka ALLAH
SWT pasti akan menegaskannya di dalam Al-Quran. Karenanya , berdasarkan mahfum
al-mukhalafah, secara implisit ALLAH SWT melarang pernikahan tersebut.
Dalam Kitab tafsir
Al-Tabati karya Imam Ibnu Jarir At-Tabari, menuturkan Hadits Riwayat Jabir bin
Abdillah bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda
“Kami (kaum muslim)
menikahi wanita Ahli Kitab, tetapi mereka (pria Ahli Kitab) tidak boleh
menikahi wanita kami”
Menurut Imam Ibnu
Jarir At-Tabari, meskipun sanad-sanad Hadits tersebut sedikit bermasalah,
maknanya telah disepakati oleh kaum muslimin, maka ke-hujjah-annya dapat dipertanggungjawabkan.
KESIMPULAN
Sebenarnya pernikahan antara pria muslim dengan wanita
Ahli Kitab diperbolehkan dalam Islam, tetapi karena saat ini sangat sulit
sekali ditemui wanita Ahli Kitab yang benar-benar “Ahli Kitab”, maka saya dapat
simpulkan bahwa pernikahan beda agama yang ada saat ini tidak dapat dikatakan
sah karena hampir tidak ada wanita Ahli Kitab yang benar-benar berpegang teguh
kepada Kitab Taurat dan atau Kitab Injil. Karena kedua Kitab suci tersebut yang
ada saat ini bukan Kitab Taurat dan Injil yang asli. Sedangkan bagi wanita
muslimah yang menikah dengan pria non-muslim, baik pria musyrik maupun pria
Ahli Kitab tetap dihukumi haram
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda
“Wanita itu dinikahi karena empat hal; karena hartanya;
karena keturunannya; karena kecantikannya dan karena baik kualitas agamanya.
Maka pilihlah wanita yang baik kualitas agamanya, niscaya kalian akan
beruntung”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka bagi kaum muslimin dan muslimah, alasan pernikahan
beda agama dengan alasan cinta, kesamaan hak, kebersamaan, toleransi atau
apapun alasannya tidak dapat dibenarkan.
Perlu pula ditegaskan bahwa masalah pernikahan pria
muslim dengan wanita Ahli Kitab hanyalah suatu perbuatan yang dihukumi boleh
dilakukan, namun bukan anjuran, apalagi perintah. Karenanya pernikahan yang
paling ideal dan yang bisa membawa kita selamat di dunia maupun akhirat serta
membawa keluarga kita menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah
adalah pernikahan dengan orang seagama yaitu Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Coment No Cry