SILAHKAN ISI BUKU TAMU



Rabu, 26 Mei 2010

Komodo Harga Diri Orang Manggarai



RUTENG, POS KUPANG. COM -- Habitat binatang komodo di Kabupaten Manggarai Barat menjadi identitas kekayaan alam orang Manggarai. Kekayaan itu mencerminkan harga diri orang Manggarai. Karena itu, tidak ada alasan binatang itu keluar dari habitat aslinya. Jika dipaksakan keluar identik dengan `memperkosa' harga diri orang Manggarai.
Pernyataan itu disampaikan Bupati Manggarai, Drs. Christian Rotok, kepada Pos Kupang, Jumat (24/7/2009), terkait rencana pemerintah pusat untuk memindahkan 10 ekor binatang komodo dari cagar alam Wae Wu'ul ke Denpasar, Bali.


SUKA BLOG KU???

 



Chris Rotok menjelaskan, habitat komodo merupakan pemberian Ilahi yang harus dipelihara. Masyarakat Manggarai umumnya dan

Manggarai Barat khususnya, telah melakukan berbagai upaya untuk melindungi kekayaan alam tersebut. Sebab, binatang komodo menjadi kekayaan pemberian Tuhan sendiri bagi masyarakat Manggarai. Masyarakat Manggarai, lanjut Chris Rotok, telah menunjukan tanggung jawab moral bagi pelestarian bintang tersebut melalui upaya perlindungan.

"Setiap daerah Tuhan sudah titip kekayaan-kekayaan. Manggarai diberi binatang komodo karena itu pemerintah daerah melindungi binatang itu. Karena itu, rencana pindahkan binatang komodo itu tidak hanya mencederai habitat aslinya, tetapi telah mencoreng harga diri orang Manggarai. Saya secara pribadi dan masyarakat Manggarai umumnya tidak setuju," tegas Rotok.

Menurut dia, habitat alam binatang komodo di Kawasan Cagar Alam Wae Wu'ul, memiliki dinamika dan sirkulasi kehidupan sendiri. Hubungn timbal balik dan ketergantungan pada lingkungan sekitar menjadi jaringan yang saling melengkapi. Karena itu, sangat tidak tepat untuk pindah ke lokasi lain. "Sekarang mau pindah komodo, besok-besok bisa pindah ini rumah adat orang Manggarai. Kerangka pikiran kita harus dalam satu kesatuan dengan tetap menghormati keanekaragaman," tandas Rotok.
Dia mengatakan, sejak nenek moyang dahulu orang Manggarai menaruh hormat kepada binatang komodo. Karena itu, tandas Rotok, sangat tidak etis memindahkan binatang itu dari habitat aslinya. "Yang perlu dipikirkan pemerintah pusat adalah memberi dorongan upaya-upaya konservasi, bukan pindahkan binatang itu," ujarnya.

Secara terpisah Direktur LSM Demokrasi Peduli Lingkungan dan Kebudayaan Manggarai, Rofino Kant, Sabtu (25/7/2009) menjelaskan, komisi keadilan dan elemen masyarakat sedang menggalakan tanda tangan menolak surat keputusan (SK) Menteri Kehutanan (Menhut) RI, MS Ka'ban, terkait rencana memindahkan binatang komodo ke Bali.

Kant mengatakan, surat penolakan akan segera dikirim kepada Menhut dan BKSDA. Elemen masyarakat, lanjutnya, menilai rencana Menhut itu tidak menghargai dan menghormati kekayaan alam di suatu daerah.

Diragukan
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali, Agung Wardhana, di Denpasar, Jumat (24/7/2009), mengatakan, niat baik pemerintah yang akan memindahkan lima pasang komodo dari habitatnya di Wae Wu'ul ke Bali diragukan.

Walhi, lanjut Agung, mencurigai rencana tersebut bukan semata-mata untuk pemurnian genetika. Rencana pemindahan lima pasang komodo dari Wae Wu'ul, Manggarai Barat, NTT ke Pulau Bali, demikian Agung, dikhawatirkan akan mengubah bentang alam Bali sebagai kompensasi penciptaan habitat buatan.

Menurut dia, penempatan komodo di Bali menuntut penciptaan habitat buatan agar menyerupai habitat aslinya. Perubahan bentang alam Bali sebagai akibat dari penciptaan habitat baru itu, kata Agung, pada akhirnya sama saja dengan mengorbankan alam Bali.

"Daya dukung alam Bali benar-benar menjadi taruhannya sehingga rencana itu harus ditolak. Setelah sebelumnya gajah, kini komodo, besok mau apa lagi. Apakah semua harus dimasukkan ke pulau yang relatif kecil dan padat ini," kata Agung.

Agung menduga ada proses yang ditutup-tutupi dalam rencana pemindahan komodo dari habitat aslinya itu. Ia mendesak agar Departemen Kehutanan membuka kepada publik di Bali, baik perihal kajian analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), maupun sosialnya, termasuk alasan kenapa Bali dan Bali Safari & Marine Park yang dipilih menjadi tempat pemindahan.

Alasan pemurnian sebagimana tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.384/Menhut-II/2009 tanggal 13 Mei 2009 tentang izin menangkap 10 komodo ke Bali Safari & Marine Park pun diragukan. Agung menduga, komodo-komodo itu hanya akan lebih digunakan sebagai bagian dari atraksi wisata di kompleks Bali Safari & Marine Park.

"Maka itu, agar semua lebih jelas, Departemen Kehutanan harus mensosialisasikan rencana ini kepada publik di Bali. Biar masyarakat Bali juga yang pada akhirnya memutuskan pantas tidaknya pulau itu menerima pemindahan komodo. Itu pun kalau masyarakat Manggarai Barat menyetujui rencana itu," kata Agung.

Secara terpisah, Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Istanto meminta agar seluruh pihak tidak apriori dulu dengan rencana itu. Sebagai sebuah lembaga konservasi, pengelola Taman Safari Indonesia sudah dinilai memiliki pengalaman dan kompetensi.

"Taman Safari sudah layak menjadi tempat konservasi. Meski demikian, kita nanti akan melakukan pemeriksaan lebih dulu menyangkut kajian amdal secara menyeluruh," kata Istanto.

Penolakan dari masyarakat Bali pernah diungkapkan beberapa waktu lalu, khususnya saat pihak Taman Safari Indonesia berencana memindahkan delapan gajah ke Bali Safari & Marine Park. Salah satu alasan penolakan adalah daya dukung alam Bali yang tidak mencukupi khususnya untuk menampung gajah, terutama terkait kawasan jelajah serta ketersediaan pakan.

Bagikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Coment No Cry