Labuan Bajo, Kompas - Rencana pemindahan sepuluh komodo keluar dari habitat aslinya dinilai akan mempercepat kepunahan hewan endemik Nusa Tenggara Timur itu. Untuk pemurnian spesies, disarankan mengambil komodo yang lahir di luar habitat aslinya, di beberapa kebun binatang.
Telah terbit Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.384/Menhut-II/2009 tanggal 13 Mei 2009 tentang pemberian izin menangkap sepuluh ekor komodo yang dilindungi undang-undang di wilayah kerja Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NTT guna kepentingan pemurnian genetik. Untuk pelaksanaan surat keputusan tersebut, akan dipindahkan sepuluh ekor komodo, yaitu 5 jantan dan 5 betina.
Pemerhati lingkungan di Manggarai, Rofino Kant, menyatakan, rencana itu justru akan mempercepat kepunahan satwa langka tersebut. ”Keputusan Menteri Kehutanan ini justru melanggar etika dan sopan santun lingkungan. Kalau tujuannya hendak melestarikan komodo, ya biarkan komodo itu hidup di alam aslinya. Pemurnian genetik itu justru tepat dilangsungkan di habitat aslinya,” ujar Rofino.
Menurut dia, berdasarkan hasil penelitian populasi komodo yang selesai dilakukan Juni 2009 oleh lembaga swadaya masyarakat internasional, Komodo Survival Program, populasi komodo di Wae Wuul tinggal 12 ekor sehingga jika akan dipindahkan 10 ekor, hanya akan tersisa dua ekor komodo.
Data tersebut berbeda dengan penelitian terbaru Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NTT, yang menyebutkan sebanyak 17 ekor komodo.
Mengutip peneliti Claudio Ciofio dari Kebun Binatang San Diego, Amerika Serikat, Rofino mengatakan, populasi komodo di Pulau Flores berada di Wae Wuul, Wae Teber, Watu Pajung, dan Pota di Kecamatan Sambirampas, Kabupaten Manggarai Timur. ”DNA komodo Wae Wuul dengan Watu Pajung sama dengan yang di Pulau Rinca. Kalau memang akan melakukan pemurnian genetik, komodo di Wae Wuul lebih baik dipindah ke Pulau Rinca,” ujar Rofino.
Dia pun menyarankan, jika pemerintah bermaksud melakukan pemulihan spesies komodo, itu lebih baik dilakukan dengan mengambil komodo di Kebun Raya Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta, atau Kebun Binatang Surabaya, Jawa Timur. Kabarnya, populasi komodo di sana berkembang dengan baik.
Harus berjuang
Dia menekankan, bupati juga diharapkan tidak ceroboh sebab komodo merupakan aset satwa langka yang dilindungi.
”Masyarakat Flores harus berjuang agar SK itu dibatalkan. Sebab, SK itu justru akan menghancurkan keanekaragaman hayati Flores dengan binatang purbanya,” kata Rofino.
Direktur Taman Safari Indonesia Tonny Sumampau ketika dihubungi dari Jakarta kemarin menegaskan, ”Semua itu untuk kepentingan konservasi, bukan kepentingan lain.” Taman Safari berpengalaman mengembangbiakkan sejumlah satwa langka, seperti harimau sumatera, jalak bali, dan gajah sumatera.
Sejumlah lembaga konservasi eksitu (luar habitat alami) yang telah mengoleksi komodo di antaranya adalah Kebun Binatang Ragunan, Kebun Binatang Surabaya, dan Kebun Binatang Gembira Loka.
”Jika akan dipindah, sebaiknya jangan ke Bali karena habitat di sana sangat berbeda dengan habitat aslinya di Pulau Rinca dan Pulau Komodo. Pemurnian genetik itu tidak gampang, begitu pula memindahkan hewan ini,” ujar Bupati Manggarai Barat Wilfridus Fidelis Pranda. Suara keberatan akan rencana ini juga datang dari Wakil Gubernur NTT Esthon Foenay,
Habitat terancam
Kepala Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Nuramaliati Prijono mengatakan, LIPI yang bertindak selaku pemberi pertimbangan keilmuan meluluskan rencana konservasi itu dengan beberapa alasan.
”Keterancaman habitat di alam, kepentingan edukasi, dan back-up informasi genetik murni sebelum benar-benar punah. Selain itu, tidak untuk dijual atau ditukar dengan satwa dari luar negeri,” katanya.
Tonny menegaskan bahwa komodo yang dikembangbiakkan di Taman Safari Indonesia tidak ditujukan untuk dijual atau ditukarkan dengan satwa dari luar negeri.
Seperti dikabarkan Pos Kupang kemarin, sejumlah pihak berkeberatan atas rencana penangkapan komodo di kawasan konservasi alam Wae Wuul, NTT, karena akan mengurangi keunikan komodo.
Menteri Kehutanan MS Kaban menyampaikan rencana tersebut dalam kunjungannya di Taman Nasional Komodo di Pulau Rinca dan Pulau Komodo, Kabupatan Manggarai Barat, NTT, Juli 2009.
Kawasan itu kini sedang dalam proses seleksi tujuh keajaiban dunia, dengan satwa endemik tersebut, dijuluki ”The Real Dragon”. Satu ancaman besar pencalonan tersebut datang pula dari rencana pertambangan emas.
Bagikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Coment No Cry