SILAHKAN ISI BUKU TAMU



Kamis, 13 Mei 2010

ARTIKEL PENDIDIKAN

PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM
PEMBANGUNAN DI NUSA TENGGARA BARAT (NTB)

(Refitalisasi Peran Perguruan Tinggi (PT) dalam mengawal kebangkitan pembangunan NTB di Era Globalisasi)


Jika kita ingin membahas tentang peran Perguruan Tinggi dalam Pembangunan, maka terlebih dahulu kita harus berbicara mengenai Khittah Perguruan Tinggi (PT), jika berbicara tentang Khittah Perguruan Tinggi maka kita harus meneropongnya melalui Undang-undang, karena Undang-undang merupakan landasan. Lahirnya Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan berbagai produk ketentuan hukum lainnya merupakan dasar atau landasan dari Perguruan Tinggi (PT).
Perguruan Tinggi yang pada dasarnya merupakan salah satu subsistem pendidikan nasional yang tidak dapat dipisahkan dari subsistem lainnya baik di dalam maupun diluar sistem pendidikan. Keberadaan perguruan tinggi dalam keseluruhan kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai peran yang amat besar mellaui tri dharma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional dikatakan bahwa Perguruan Tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (pasal 20 ayat 2). SELANJUT-NYA KLIK DISINI
Melalui Dharma Pendidikan, Perguruan Tinggi harus mampu memberdayakan proses pendidikan yang sedemikian rupa agar seluruh mahasiswanya berkembang menjadi lulusan sebagai sumber daya manusia berkualitas yang memiliki kompetensi paripurna secara intelektual, profesional, sosial, moral dan personal. Dharma kedua yaitu Penelitian, perguruan tinggi harus mampu mewujudkan sebagai satu institusi ilmiah akademik yang daapt menghasilkan berbagai temuan inovatif melalui kegiatan-kegiatan penelitian. Melalui penelitian ini perguruan tinggi dapat mengembangkan dirinya serta memberikan sumbangan nyata bagi pengembangan bidang keilmuan dan aplikasi dalam berbagai upaya pembaharuan. Selanjutnya melalui Dharma ketiga yaitu Pengabdian, keberadaan perguruan tinggi harus dapat dirasakan manfaatnya bagi kemajuan masyarakat. Hal ini mengadnung makna bahwa keberadaan perguruan tinggi harus dirasakan oleh masyarakat disekitarnya dengan memberikan pemahaman kepada masyaraat sesuai dengan bidangnya, agar masyarakat intelektual kampus dapat menjadi tenaga instan yang mampu hidup dan berkembang di era globalisasi ini.
Memasuki era baru di abad 21 sistem pendidikan tinggi di Indoensia harus terwujud sedemikian rupa dengan karakteristik antara lain; 1) terkait dengan kebutuhan mahasiswa, prioritas nasional dan pembangunan ekonomi, 2) terstruktur secara efektif sehingga memberi peluang kepada seluruh warga negara untuk mengembangkan potensi pribadi sepanjang hayat dan berkontribusi kepada masyarakat, bangsa dan negara, 3) didukung dengan pendanaan yang memadai sehingga memungkinkan untuk berinovasi dan mencapai keunggulan, 4) melakukan penelitian yang dapat menunjang pembangunan nasional, 5) memiliki akses dalam pengembangan dan penerapan teknologi, 6) berperan sebagai kekuatan moral dalam mewujudkan masyarakat demokratis yang madani. Dengan demikian, Perguruan Tinggi harus memiliki kredibilitas institusional secara utuh dan menyeluruh. Sistem ini harus memiliki akuntabilitas yang tinggi terhadap masyarakat, menunjukkan efisiensi dalam operasionalnya, menghasilkan lulusan yang berkualitas, memiliki manajemen internal yang transparan dan memenuhi standar.
Menurut Marquardt (1996) memasuki Abad ke-21 ada empat kecenderungan perubahan yang akan mempengaruhi pola-pola kehidupan yaitu; 1.) perubahan lingkungan ekonomi, sosial dan pengetahuan dan teknologi 2.) perubahan dalam lingkungan kerja, 3.) perubahan dalam harapan pelanggan 4.) perubahan harapan para pekerja. Sedangkan Menurut Robert B Tucker (2001) mengidentifikasi adanya sepuluh tantangan di abad 21 yaitu 1.) kecepatan (speed), 2.) kenyamanan (convinience), 3.) gelombang generasi (age wave), 4.) pilihan (choice), 5.) ragam gaya hidup (life style) 6.) kompetisi harga (discounting), 7.) pertambahan nilai (value added) 8.) pelayanan pelanggan (customer service), 9.) teknologi sebagai andalan (techno age), 10.) jaminan mutu (quality control).
Jika sedikit mentlaah, maka dapat diartikan bahwa lembaga Pendidikan Tinggi harus bercorak khas sebagai cerminan jatidiri, visi, misi dan strategi Budaya pengaturan yang sentrarilstik ke budaya pemberdayaan dan desentralistik yang otonom. Bagaimanapun Perguruan Tinggi itu merupakan aktualisasi kultur pendidikan, sehingga paradigma pendidikan harus menjadi landasan utama dalam perwujudan kinerjanya melalui aktualisasi Tridharma Perguruan Tinggi.
Posisi Perguran Tinggi yang sedemikian mulia dan strategis itu merefleksikan pada tingkat peradaban bangsa yang bersangkutan. Suatu bangsa menjadi maju sejalan dan seiring dengan kemajuan Perguruan Tingginya. Hampir tidak pernah ada di dunia ini negara maju yang tidak memiliki Perguruan Tinggi maju. Perguruan tinggi maju selalu menghasilkan kemajuan bangsa di mana perguruan tinggi itu berada. Hubungan ini sedemikian kukuh dan menyatu, oleh karena kemajuan pembangunan bangsa selalu ditopang oleh cerdik cendekia dari kerja research dan buah pemikiran sehingga menghasilkan konsep yang dijadikan sebagai faktor pemicu dan arah perubahan masyarakatnya. Karena jika berbicara lebih jauh lagi maka salah satu strategi dalam rangka percepatan pembangunan di semua provinsi adalah penyediaan SDM sesuai dengan kondisi alam, sosial budaya, ekonomi, dan kebutuhan wilayah. Dalam konteks ini, perguruan tinggi dapat memberikan sumbangannya untuk menyiapkan SDM. Oleh karena itu, pemerataan PT termasuk fakultas dan program studinya antar provinsi di Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing provinsi adalah strategi yang mesti diambil oleh pemerintah, ini artinya Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah perlu terus-menerus memperbaharui pemahaman dan kesepakatan bersama dalam membangun masyarakat di setiap Daerah.
Jika kita berbicara dalam konteks daerah, khususnya di Nusa Tenggara Barat Pengembangan dan perberdayaan mutu pendidikan di propinsi NTB masih jauh dari harapan dan cukup memprihatinkan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berada di titik kritis, anjlok ke peringkat kedua papan bawah dari 33 propinsi yang ada di negeri ini. Setelah busung lapar menjadi permasalahan yang sangat sensitif di NTB, sekarang tsunami pendidikan melanda bahkan memporak-porandakan prestasi yang diukir bertahun-tahun. Mengapa? Jika kita ingin merefleksi maka semua ini terjadi bukan karena kesalahan Masyarakat semata, seperti apa yang dikatakan oleh H. Nasution bahwa, lambatnya perkembangan pembangunan dan kemajuan Daerah karena masyarakat yang kurang sadar akan pendidikan, tapi seharusnya masalah ini kita kembalikan lagi kepada Pemerintah, seperti apa yang dikemukakan oleh Fredrich List, bagaimana kita mampu dan berupaya menjelaskan sejauh mana hubungan antara kemakmuran daerah yang indikatornya adalah kemakmuran ekonomi dengan variabel sumber daya manusia. Dengan mengetahui hubungan yang terjadi di antara kedua variabel tersebut, maka kita harus sadar bahwa betapa pentingnya pemerintah Daerah/Kota/Propinsi untuk memfokuskan upayanya pada peningkatan kualitas sumber daya manusia di daerahnya masing-masing. Itu artinya Pemerintah Daerah NTB harus lebih sensitif dengan program pengembangan Masyarakat, dan lebih menunjukan kerja nyata dan bukan hanya janji.



SUKA BLOG KU???

 



Isu pendidikan Gratis yang dilontarkan oleh Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi angin segar bagi masyarakat Nusa Tenggara Barat. Dimana semua jenjang pendidikan dari tingkat bawah sampai tingkat atas akan digratiskan, sedanglan sumber anggaran pendidikan belum jelas dan tawaran Pemerintah Propinsi untuk Cost Sharing anggaran dengan pemerintah Kabupaten/Kota belum menemukan kesepahaman. Kemudian Janji Pemerintah untuk merealisasikan Anggaran Dana 20% untuk pendidikan nyaris menjadi isapan jempol semata. Padahal Anggaran Dana 20% dari Pendidikan adalah amanah dari UUD 1945 dan UUD Sisdiknas No.20 tahun 2003, namun sampai hari ini realisasi anggaran dana 20% untuk pendidkan tidak ada kejelasannya. Sedangkan kita semua tau dan sadar bahwa pembangunan daerah mustahil bisa dilaksanakan dengan baik tanpa adanya dana yang mencukupi. Dalam pasal 27 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 telah diatur bahwasanya dalam rangka pembiayaan pelaksanaan desentralisasi, daerah akan mengandalkan pada sumber-sumber penerimaan yang terdiri atas : (1) Pendapatan Asli Daerah – PAD; (2) Dana Perimbangan; (3) Dana Pinjaman; dan (4) lain-lain Penerimaan yang sah.Dengan melihat kondisi / realitas NTB hari ini maka kita seharusnya mentlaah pemikiran dan masukan seperti yang dikatakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sebuah pidatonya, bahwa dalam membangun mpembangunan dalam suatu wilayah Paradigma “Pembangunan untuk Semua”, dalam konteks peran perguruan tinggi dalam membangun masyarakat NTB, untuk menjalankan esensi “Pembangunan untuk Semua”, yang berkeadilan dan merata, maka pembangunan harus menitik-beratkan pada kemajuan kualitas manusianya. Manusia Indonesia bukan sekedar obyek pembangunan, melainkan justru subyek pembangunan. Sumber daya manusia menjadi aktor dan sekaligus fokus tujuan pembangunan, sehingga dapat dibangun kualitas kehidupan manusia Indonesia yang makin baik. Untuk itu, “Pembangunan untuk Semua” selalu memberikan prioritas yang sangat tinggi pada aspek pendidikan, kesehatan, dan pendapatan serta lingkungan kehidupan yang lebih berkualitas. Yang dimaksud dengan lingkungan, di samping lingkungan hidup yang sehat dan lestari, juga adalah lingkungan sosial, politik dan keamanan yang tertib, aman, nyaman dan demokratis. Karena di samping peningkatan keterkaitan secara fisik, secara fungsional, keterkaitan antar daerah juga harus kita ciptakan. Pemerintah terus mendorong agar produk-produk yang dihasilkan suatu daerah dapat dengan mudah digunakan sebagai bahan baku di daerah lainnya, atau digunakan sebagai produk akhir. Untuk itu, berbagai hambatan perdagangan antar daerah seperti retribusi atau pungutan resmi harus kita minimalkan. Terlebih praktik retribusi atau pungutan tidak resmi, yang justru menghambat bangkitnya investasi dan dunia usaha di Nusa Tenggara Barat.
Kita bisa membayangkan bahwa program jangka panjang Pemerintah daerah Nusa Tenggara Barat seperti Visit Lombok-Sumbawa 2012 dan program 1000 sapi yang sedang berjalan, tidak akan mampu terlaksana secara sempurna jika tidak adanya Perguruan tinggi yang mampu mensuplai calon tenaga kerja profesional pada bidang-bidang tersebut, bahkan Bandara International (BIL) Nusa Tenggara Barat yang renacananya akan di resmikan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 31 Januari mendatang pun mungkin tidak akan terlaksana.
Dengan berpedoman pada beberapa kajian di atas dapat disimpulkan bahwa betapa pentingnya Pendidikan sebagai item penopang kemajuan bangsa dan Perguruan Tinggi sebagai salah satu aparat pelaksana Departemen Pendidikan dan Kebudayaan perlu dibina, disempurnakan dan ditertibkan secara terus menerus, agar dapat mampu menjadi alat yang efektif dan efisien, sehingga mampu melaksanakan tugas umum sebagai sentrum perubahan dan menjalankan hakekat Perguruan Tinggi di Indonesia pada umumnya dan Nusa Tenggara Barat pada khususnya. Sehingga mampu mengawal pesatnya pembangunan di Nusa Tenggara Barat saat ini.
Bagikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Coment No Cry